Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs

Pages

iklan

Senin, 05 Agustus 2013

belajar dari einstain, pelopor juragan motor listrik

Bogor, KompasOtomotif – PT Nipress Tbk sebagai bagian dari konsorsium riset baterai sekunder lithium tancap gas menyiapkan line produksi baterai lithium untuk mobil listrik produksi massal Indonesia dan sektor industri. Ditargetkan, pada 2015 baterai lithium sudah fulllokal, mulai dari cell, module, sampai packaging.Investasi besar sudah disiapkan PT Nipress Tbk sebagai pemegang aki kendaraan merek NS, untuk meraih target tersebut. Ada tujuh line untuk produksi cell dan module yang masing-masing disuntikkan dana 55 dan 10 juta Dollar AS. Harapannya, ada permintaan paling tidak 6.000-an mobil listrik per tahun di Indonesia.”Kita sudah bisa membuat sendiri (baterai lithium) semuanya. Cuma saat ini kami memilih untuk impor cell-nya karena belum ada pasarnya. Kelak, kalau demand sudah ada, kami akan sangat mendukung. Tapi target 2015 semua lokal tetap dikejar, karena kami juga memasok baterai lithium untuk industri bahkan BTS berbagai provider,” jelas Richard Tandiono, Direktur Operasional PT Nipress Tbk.Mobil Listrik MassalTarget itu sejalan dengan niatan pemerintah yang ingin mengembangkan mobil listrik buatan Indonesia. Meski belum ada rumusan pasti, kemajuan sudah dilakukan dengan pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan beberapa waktu lalu agar semua kendaraan yang digunakan untuk keperluan KTT APEC di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013 mendatang tak boleh berbahan bakar, harus kendaraan listrik.

Mobil listrik produksi massal juga sedang serius dikembangkan berbagai instansti terkait. Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan berbagai tipe yang diuji coba. Mobil dibangun di LIPI, Bandung. Sumber tenaga dipasok PT Nipress Tbk. Bahkan sudah ada mini bus warna merah yang sudah berkeliaran diuji coba di Yogyakarta.

”Momen APEC akan dimanfaatkan sebagai promosi mobil listrik Indonesia produksi massal. Kami akan terus melakukan pengembangan. Tahun depan, direncanakan sudah ada prototipe,” tegas Hari Purwanto, Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi (4/7).
Editor : Bastian


Minggu, 28 Juli 2013

Belajar dari juragan keramik

Kerja keras dan pantang menyerah dan menjadi moto hidup Mochamad Taufiq. Merintis usaha dari nol, ia kini sukses menjadi pengusaha keramik di Plered, Purwakarta dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan. 

Taufiq mulai merintis usaha pada tahun 1990. Saat itu, ia nyaris tidak memiliki modal sama sekali. "Modal awal saya cuma Rp 20.000, uang itu saya pakai buat beli keramik yang belum jadi dari para perajin di Plered," katanya. 

Awal merintis usaha, ia memang tidak langsung memproduksi keramik sendiri, melainkan membeli dari para perajin. Dibantu isterinya, ia kemudian mengecat sendiri produk-produk keramik tersebut.

Taufiq mengatakan, di masa-masa awal merintis usaha ini penuh dengan perjuangan. Ia kerap bekerja selama 24 jam untuk memenuhi pesanan. "Saat itu, persaingan usaha keramik belum seketat sekarang," ujarnya. 

Lantaran mengunakan cat kendaraan, produk keramik yang dipasarkan berhasil membetot perhatian konsumen. Alhasil, usahanya terus berkembang. 

Setelah modal usahanya semakin kuat, setahun kemudian, ia mulai memproduksi sendiri produk keramik yang ingin dipasarkannya. 

Saat itu, Taufiq merekrut sekitar tiga orang karyawan. Sementara untuk bahan baku tanah liat dipesannya dari Desa Citeko, Purwakarta. Bersama ketiga karyawannya, ia membuat keramik dari proses pembakaran, pencetakan, hingga finishing. "Saya hampir tidak ada waktu tidur karena bekerja terus," kata Taufiq. 

Setahun kemudian, usahanya mulai membuahkan hasil. Dalam sehari, ia bisa meraup omzet antara Rp 200.000-Rp 300.000. 

Usahanya berkembang pesat karena saat itu persaingan masih belum begitu ketat. Di bidang pemasaran, saat itu ia sempat mengirim produknya ke Kalimantan dan Palembang. 

Namun itu tidak berlangsung lama. Setelah resmi bekerjasama dengan lima toko keramik di daerah Plered, ia pun menghentikan penjualan keramik ke luar daerah. "Jadi sejak dari situ saya jualnya ke mereka saja," jelas Taufiq. 

Dari usahanya ini, Taufiq kini bisa mengantongi omzet sekitar Rp 150 juta per bulan, dengan laba bersih 25%-30%

Jumlah karyawannya juga terus bertambah, hingga kini mencapai 21 karyawan. Dengan jumlah karyawan sebanyak itu, usaha keramiknya menghabiskan 1 ton-2 ton tanah liat per minggu. 

Belajar dari juragan mebel


Alkisah, warga Padang Sumatera Barat terkenal dengan jiwa merantaunya. Tidak sekalipun pulang sampai cita-cita digapai. Tidak mudik manakala kesuksesan belum diraih. Kata sebagian orang, malu manakala belum jadi orang sukses. Demikian semangat membara orang minang. Kita bisa lihat kisah sukses para saudagar Padang, atau kisah sukses warga minang lain dengan rumah makannya.
Meski bukan keturunan Minang, Arab ataupun Cina, Ibu Sumarti (48 th) adalah satu dari sekian pengusaha yang mewarisi semangat mereka. Istri dari Pak Samsul (54 th) ini telah banyak makan garam soal perdagangan. Sejak SD dirinya sudah terbiasa membantu melayani pembeli di kios kelontong milik orang tuanya tepatnya di Pasar Induk Wanadadi Banjarnegara. Ajaran melayani pelanggan sebaik-baiknya, jujur dan murah senyum telah ia terima sejak itu.
Tak hanya itu, semangat berusaha dan sedikit manajemen pun telah ia dapatkan sedari kecil. Tak heran kemudian dalam perjalanan usahanya ketika ia sudah mandiri bersama sang suami, dirinya mengaku jarang sekali merasa sulit dalam usaha mebelnya yang telah ia mulai sejak tahun 1985 silam. Mebel Ridlo, demikian nama toko dari pasutri (pasangan suami istri) ini.
Bagi Bu Marti, usaha mebel bukanlah usaha yang pertama. Ibu tiga anak ini menuturkan, bahwa ia sebelumnya juga membuka warung kelontong di Pasar Induk Wanadadi, namun karena alasan pindah rumah ia berhenti berjualan. ”Kita juga pernah jualan buku mas, kebetulan ada SMP Wanadadi di depan rumah, namun akhirnya berhenti juga karena koperasi sekolah mewajibkan siswanya membeli buku di sekolah” jelasnya.
Ikhtiar semaksimal mungkin. Meski belum sukses dengan usaha sebelumnya, namun do’a sembari terus bersedekah tak henti-hentinya ia lakukan. ”Ibu saya mengajarkan shalat malam, shalat dhuha dan sebisa mungkin bersedekah setiap hari. Meski saya tak tahu apa yang akan saya dapatkan dengan melakukan hal itu, namun saya selalu berusaha mencontoh apa yang telah dilakukan orang tua saya” terang Bu Marti.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, demikian kata pepatah. Toko Mebel Ridlo berawal dari hal kecil yang sangat sederhana. ”Kala itu kebetulan ada temen yang butuh lemari, gak tahu kenapa ia percaya kepada saya untuk mencarikan ke tukang kayu, mungkin semuanya memang telah diatur. Lha saya kan sukanya bisnis, jadi ya saya pesan ke tukang kayu kemudian saya jual pada teman saya itu dengan cara diangsur” cerita ibu yang murah senyum ini.
”Berawal dari satu orang, lama kelamaan teman-teman lainpun ikut-ikutan membeli kepada saya saat mereka butuh lemari, kursi atau mebel lainnya. Saya dan suamipun kemudian berfikir kenapa tidak membuka toko sendiri saja. Akhirnya kamipun membuka toko sendiri 24 tahun silam. Dengan dua tukang kayu, rumah kami jadi pabrik sekaligus toko” tambahnya berkisah.
Untuk mencapai kesuksesan dan kemapanan memang selalu butuh perjuangan dan kesabaran, demikian pula yang dialami Bu Marti dan Pak Samsul. Berawal dari uang 20 ribu rupiah saat pertama kali mendapat pesanan dari teman, itupun pinjaman orang tua, kini tak terhitung lagi jumlahnya. Ketika ditanya asset maupun omzet harian, ia hanya menjawab dengan senyum saja, sembari guyon ”Saya tak pernah menghitung mas, nanti malah terlalu banyak pikiran”. Saat disusul dengan pertanyaan, lalu bagaimana dengan manajemennya bu? ”Kami hanya menulis transaksi dengan tiga pembukuan; pemasukan, pengeluaran, dan piutang” jawabnya.
Tak lagi menjadikan rumah sebagai pabrik sekaligus toko, namun tokonya telah dibangun sendiri meski berada di samping rumah. Pabriknya pun sudah berdiri sendiri, berada di daerah Purbalingga.
Kini toko mebel ridlo telah memiliki 25 karyawan, 15 orang tukang kayu, dan 10 orang pelayan di toko. Dua anaknya yang kini telah berkeluarga pun, membuka cabang di Karangkobar dan Linggamerta Banjarnegara.
Pak Samsul memberikan resep kepada kita semua seputar kesuksesannya. Menurutnya, salah satu kunci suksesnya ia biasa menjual mebel lebih murah. Harga beli di toko lain, menjadi harga jual di toko mebel ridlo ini. “Saya selalu membayar lunas barang yang dikirim oleh sales, sehingga saya bisa dapat harga lebih murah” jelas lulusan sebuah STM di Yogya ini.
“Kami tak pernah promosi, tapi alhamdulillah langganan kami dari mana-mana, tak hanya Banjarnegara saja tapi juga luar kota. Bahkan ada langganan kami dari Sumatera, kulakan di sini dan dijual lagi di sana” tambahnya.
Untuk menemukan tokonya anggota TAMZIS Wanadadi Banjarnegara ini tidaklah sulit, letaknya yang strategis di Jalan Raya Wanadadi tepatnya depan SMP N 2 Wanadadi. Buka dari jam setengah tuju pagi hingga jam lima sore.
Kini, untuk urusan simpanan harian maupun investasi, dipercayakan kepada TAMZIS. ”Saya percaya dengan TAMZIS, begitu juga Mbak Umi marketing TAMZIS Wanadadi yang setiap hari datang. Nyaman, dan enak” kata ibu yang telah ziarah haji ini.
Suami istri itu saling melengkapi, barangkali begitu juga dengan toko mebel ridlo. Disisi lain, Bu Marti mengungkap rahasia suksesnya. Menurutnya, sebagai penjual harus murah senyum dan nyedulur (membina persaudaraan). “Saya suka guyon mas, bersilaturahim dan ngobrol, kalau kita berniat baik dan husnudzon insya Allah kita akan banyak saudara” katanya. “Untuk urusan rejeki Allah telah menentukan, yang penting kita selalu berdo’a, ikhtiar, dan jangan lupa selalu beramal meski sedikit, tapi kalau bisa kita usahakan rutin” tambah alumni PGAN Banjarnegara ini.

Belajar dari juragan gorden

Wibowo Harjanto, Pengusaha Gorden Tanpa Modal Usaha



Berawal dengan menjadi buruh di sebuah pabrik gorden di Bandung, saat ini Wibowo Harjanto (37) membuka usaha sejenis sampai beberapa toko di Jakarta. Dunia gorden telah menjadi pilihan Wibowo. Sekeluarnya dari pabrik tempatnya bekerja di Bandung pada tahun 1998, Wibowo bertekad untuk memulai usaha gordennya.

Bermodalkan pengalaman, Wibowo sungguh-sungguh memahami seluk-beluk gorden. Salah satu kesimpulan yang dipahaminya adalah konsumen senang dengan motif gorden yang beraneka ragam. Tapi Wibowo sempat terpentok pada modal usaha yang tidak dimilikinya saat itu.
Menolak untuk menyerah, Wibowo pun mendekati pemilik pabrik gorden di Bandung yang masih terhitung keluarga. Dengan penuh keyakinan, Wibowo menawar agar ia bisa mengambil gorden terlebih dahulu dan membayarnya belakangan dengan cara mencicil.

Mula-mula Wibowo diberikan gorden seharga Rp25 juta, dan dalam waktu lima bulan berselang menigkat menjadi Ro100 juta. Tanpa kenal lelah Wibowo menawarkan gordennya door to door dari toko ke toko. Setelah memutar' gorden seharga Rp100 juta, Wibowo mendapatkan untung Rp25 juta. Keuntungan itu dipakainya sebagian untuk modal usaha dan sisanya untuk biaya menikah.
Pada tahun 2002 impian Wibowo pun akhirnya terwujud, ia berhasil membuka sebuah toko. Wibowo mengambil salah satu ruko di Cempaka Mas, Jakarta. "Toko saya gunakan sebagai tempat stok barang yang akan dijual ke luar kota. Sisanya gorden, vitrage, wall paper saya pasarkan di Jakarta," ujar Wibowo.

Sejalan dengan waktu, usaha Wibowo pun semakin berkembang. Tokonya bertambah menjadi dua, di Pasar Baru, Jakarta Pusat dan Mall Pluit, Jakarta Utara. Karyawannya pun bertambah menjadi 9 orang. Namun usaha yang dijalaninya bukan berarti lepas dari masalah. Salah satunya adalah piutang dari konsumennya yang tak kunjung lunas. "Bahkan ada yang sampai menunggak Rp2 miliar. Pembayarannya macet," tutur Wibowo.

Masalah piutang yang cukup besar seperti ini tentu saja dapat mematikan usahanya. Karena sebagai toko, Wibowo juga harus memiliki modal untuk membeli stok barang. "Kadang mereka baru bisa membayar lima bulan kemudian. Yang Rp2 miliar itu bahkan dilunasi selama 2 tahun dengan mencicil. Terpaksa saya yang harus meminjam modal ke bank," kenangnya. Semenjak peristiwa itu, Wibowo pun selalu berusaha mencari tahu latar belakang pengutangnya. Ia juga menghindari untuk memberi barang dalam jumlah besar.

Selain menjual gorden ke toko-toko, Wibowo juga menyediakan jasa penjahitan dan pemasangan gorden. Ukuran dan motif yang diinginkan bisa dipilih sendiri oleh para konsumennya. Dalam tempo seminggu pesanan sudah selesai dan siap dipasang. Harga yang ditawarkan cukup bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp800 ribu.

Berbagai inovasi dilakukan Wibowo agar dapat bersaing dengan usaha sejenis. Dalam penjualan gordennya, Wibowo menawarkan harga yang disesuaikan dengan pangsa pasar menengah-bawah. Maka ada harga gorden yang Rp7.500/meter sampai Rp85 ribu/meter. Diskon sampai 30% pun ditawarkan oleh Wibowo. Melalui cara ini, dalam sebulan Wibowo bisa mengantongi minimal Rp25 juta.

Sampai saat ini Wibowo trerus berupaya untuk memperbanyak tokonya, menambah koleksi gordennya, dan juga mencari inovasi lain yang dapat menarik minat banyak orang untuk membeli gordennya. Wibowo juga lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
"Toko yang banyak untuk menghindari pelunasan yang macet. Kalau pun ditipu saya lebih memilih berdoa agar dapat terus mengembangkan usaha ini," ujar jemaat Gereja Sungai Jordan Jakarta itu.
Sabtu, 27 Juli 2013

Belajar dari juragan klinik kecantikan

Setiap wanita tentu mendambakan bisa tampil cantik. Banyak cara yang mereka lakukan untuk mewujudkan mimpinya itu. Salah satunya mendatangi klinik kecantikan dan perawatan tubuh.
Tak heran, bisnis klinik kecantikan kini berkembang pesat. Salah satu pemainnya adalah dokter Maya Chrisdiani Audy yang mengusung brand MNC Clinic di Bandung, Jawa Barat.
MNC Clinic menyediakan beragam program perawatan tubuh dan kecantikan. Untuk inject treatment, tersedia program perawatan, seperti body whitening, slimming body, mesohoir, botox, filler, dan nano phylosophy. Sementara non-inject treatment meliputi chemical peeling, derma roller, laser therapy, dan radio frequency, dan facial. Tarif perawatan di klinik mulai Rp 150.000 untuk jasa konsultasi dokter, hingga jutaan rupiah untuk tindakan perawatan.
Berdiri tahun 2006, mulai tahun ini, Maya resmi menawarkan waralaba. Dalam waralaba ini terdapat tiga pilihan paket investasi investasi, yakni Rp 500 juta, Rp 750 juta, dan Rp 1 miliar.
Setiap mitra usaha akan mendapat peralatan berupa mesin perawatan wajah dan tubuh, bahan baku obat, dan tenaga dokter. "Dokternya akan kami beri pelatihan khusus di bidang kecantikan," kata Maya.
Perbedaan fasilitas pada setiap paket ada di jumlah, jenis varian, dan teknologi peralatan. Untuk lokasi usaha, mitra harus menyiapkan tempat seluas 80 meter persegi untuk paket Rp 500 juta.
Sementara untuk paket investasi Rp 750 juta dan Rp 1 miliar, masing-masing harus menyediakan tempat seluas 120 meter persegi dan 200 meter persegi. "Lokasinya harus di perkotaan dan di tempat strategis," ujarnya.
Untuk estimasi omzet berbeda-beda setiap paket. Untuk paket investasi Rp 500 juta, omzetnya Rp 150 juta per bulan. Paket Rp 750 juta, sekitar Rp 250 juta per bulan, dan paket Rp 1 miliar, sebesar Rp 400 juta per bulan.
Dengan laba 40%, mitra bisa balik modal dalam waktu 1 tahun sampai 1,5 tahun. Kerjasama ini memungut royalti fee 5% dari omzet. Saat ini, MNC Clinic baru memiliki satu gerai di Bandung. "Dalam waktu dekat kami buka lima gerai waralaba di Jakarta, Semarang, Makasar, dan Medan," jelasnya.
Konsultan waralaba dari International Franchise Business Management, Evi Diah Puspitawati menilai, bisnis kliknik kecantikan dan perawatan tubuh masih memiliki prospek pasar yang bagus. Namun, persaingan bisnis ini juga sudah ketat.
Agar bisa bersaing, klinik kecantikan harus memiliki keunggulan. Dalam bisnis waralaba, ia juga menyarankan, franchisor harus memiliki gerai lebih dari satu. Menurutnya, harus ada contoh gerai yang sudah sukses menjalankan usaha ini, sehingga bisa meyakinkan calon mitra.
Bila tertarik bergabung ke bisnis waralaba ini, Evi menyarankan si calon mitra agar memilih lokasi strategis. Sumber daya manusia yang melayani juga harus terlatih sehingga memuaskan konsumen. "Terapisnya harus benar-benar memenuhi standar yang baik,"ujarnya. 

MNC Clinic
Jl. Jurang No. 31 Bandung, Jawa Barat

Belajar dari juragan agen tiket

Kenaikan pendapatan masyarakat turut meningkatkan frekuensi perjalanan masyarakat. Tentu ini menjadi peluang yang menjanjikan bagi bisnis penyediaan tiket perjalanan. Salah satu pemainnya adalah Aeroticket. Selain tiket pesawat, perusahaan yang bermarkas di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini juga melayani penjualan tiket kereta api, dan sarana transportasi lainnya. 

Selain itu, tersedia juga layanan pemesanan hotel dan paket tur. Agus Susilo, Marketing Communication Aeroticket bilang, ada delapan maskapai penerbangan yang mereka layani penjualan tiketnya. Yaitu, maskapai Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Batavia, Sriwijaya, Merpati, dan Air Asia. "Kalau kereta api hanya khusus di Pulau jawa," jelasnya. 

Agus mengklaim, membeli tiket lewat Aeroticket harganya agak lebih murah dibanding harga yang dipublikasikan di website perusahaan transportasi tertentu. Perusahaan yang berdiri sejak tahun 2010 ini telah mengembangkan sistem kemitraan untuk memperluas jaringan pemasarannya.

Saat ini, Aeroticket sudah memiliki lebih dari 600 mitra di seluruh Indonesia, mulai dari kota-kota besar hingga ke pelosok-pelosok daerah. Dalam kerja sama ini, mitra wajib menyediakan biaya investasi Rp 3,5 juta saja untuk membeli sistem. 

Melalui sistem itu, mitra bisa melakukan transaksi pembelian tiket, pencarian jadwal penerbangan atau keberangkatan, booking, dan isu tiket. Mitra juga bisa menjual tiket ini dengan menggunakan laptop, iPad, dan BlackBerry. "Mitra bisa mengakses di mana saja asal bisa menggunakan internet," ujarnya. 

Mitra bisa memperoleh komisi 1%-5% per harga tiket yang terjual. Bahkan, mitra bisa menaikkan harga tiket setara dengan harga di website resmi milik perusahaan transportasi tersebut. Dari pengalaman selama ini, para mitra pemula bisa mengantongi komisi atau profit sebesar rata-rata Rp 1,8 juta per bulan. 

Tapi, bagi pemain lama yang sudah berpengalaman dan banyak mendapatkan pesanan tiket, keuntungannya bisa mencapai Rp 5 juta - Rp 8 juta. Jadi bisnis ini bisa dijalankan dimana saja, sebagai penghasilan tambahan.

Belajar dari juragan travel

Bisnis agen perjalanan tidak  pernah sepi dari pemain baru yang menawarkan kemitraan atau waralaba. Salah satu pemain yang menawarkan kemitraan adalah Midas Tour & Travel di Jakarta Timur.
Perusahaan yang berdiri tahun 1984 ini mulai menawarkan kemitraan pada tahun 2003. Indriawati Pertiwi, Staf Midas Tour & Travel mengatakan, saat ini, Midas sudah memiliki 50 mitra yang tersebar di sejumlah daerah.
Diantaranya ada di Jabodetabek, Purwakarta, Sidoarjo, Bali, Lampung, Pekanbaru, Medan, Banjarmasin, Bali, dan Banyuwangi. Midas merupakan agen perjalanan yang melayani wisata domestik dan internasional dengan menggunakan pesawat, kereta api, maupun travel. Midas juga melayani pengurusan paspor dan visa.
Dalam kerjasama kemitraan ini, Midas menawarkan empat paket investasi. Pertama, paket senilai Rp 35 juta untuk wilayah Jabodetabek dan Rp 40 juta di luar Jabodetabek. Di paket ini, mitra mendapat training pegawai dan izin usaha.
Estimasi omzet paket ini Rp 350 juta per bulan, dengan komisi 5% atau Rp 17,5 juta per bulan. "Perolehan omzet dan komisi tergantung kemampuan mitra menjual tiket," ujarnya.
Kedua, paket investasi Rp 55 juta. Mitra akan mendapat training dan kerjasama tanpa batas waktu dengan Midas. Mitra akan mendapat akses sistem online dengan aneka maskapai yang sudah bekerjasama dengan Midas, serta surat izin usaha lengkap.
Estimasi omzet paket ini Rp 500 juta per bulan, dengan komisi 5% atau Rp 25 juta per bulan. Ketiga, paket investasi Rp 120 juta. Mitra mendapat kerjasama tanpa batas waktu.
Biaya Rp 120 juta itu sudah termasuk royalty fee Rp 40 juta, serta izin lengkap termasuk pengurusan domisili dan surat izin tempat usaha.
Mitra juga mendapat dua unit komputer dan sistem untuk online senilai Rp 20 juta, mesin fax, satu orang pegawai dari pusat, dan biaya sewa ruko selama dua tahun senilai Rp 40 juta.
Mitra diperkirakan bisa mengantongi omzet Rp 800 juta per bulan, dengan komisi 5% atau Rp 40 juta per bulan. Keempat, paket investasi Rp 175 juta.
Mitra mendapatkan royalti fee untuk masa kontrak seterusnya tanpa batasan waktu senilai Rp 40 juta. Mitra juga mendapat dua unit komputer,sistem online ke maskapai, satu orang pegawai dari kantor pusat, kop surat, amplop, dan stiker.
Mitra juga mendapat deposit dan stok tiket Rp 55 juta dan biaya sewa ruko selama dua tahun senilai Rp 40 juta. Estimasi omzet Rp 1 miliar per bulan, dan komisi 5% atau Rp 50 juta per bulan. Semua paket diharapkan balik modal delapan bulan hingga satu setengah tahun.
Khoerussalim Ikhsan, pengamat waralaba dari Entrepreneur College menilai, peluang bisnis agen perjalanan masih menjanjikan. Namun di sisi lain, persaingan usaha ini juga sudah ketat.
Maka, setiap pemain dituntut memiliki kelebihan. Apalagi, tawaran investasi Rp 35 juta - Rp 175 juta terhitung besar untuk usaha travel. Banyak kompetitor menawarkan investasi lebih murah. "Mitra perlu mencermati tawaran setiap paket," ujarnya.     

Midas Tour & Travel